Rabu, 10 Juni 2015

Reformasi Yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa Dan Mengangkat Harkat Martabat Bangsa



         Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.
            Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
  1. Reformasi Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen).
            Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
  1. Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
  2. Reformasi Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi), mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya, komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
  3. Reformasi Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi kultural adalah sofwernya. Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer yang baik.
Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
            Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupa-kan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Masih ingatkah kamu akan pengertian orde baru?
            Orde baru adalah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu telah melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti: 
Krisis Politik
            Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebe-narnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
            Pemerintahan orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Keja-dian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya (Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun sebelumnya.
            Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara.
            Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masya-rakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama pemerintahan orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangun-an nasional telah mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial.
            Krisis politik semakin memanas, setelah terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun pemerintahan orde baru.
            Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu ada-nya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
  1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
  2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
  3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
  4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
  5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di bidang politik.
            Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada bulan Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya (Jabar) dan di Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak (Kalbar). Ketegangan politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun 1997 yang berubah menjadi konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret 1997, terjadi kerusuhan di Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah yang ikut mendorong lahirnya gerakan reformasi.
      Kekecewaan rakyat semakin memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto terpilih sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah pada hasil-hasil nepotisme.
          Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi. Para mahasiswa, anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika bebe-rapa aktivitis ditangkap oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat dibendung dan dipandang sebagai satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik. 
Krisis hukum
            Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)'.
          Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang demo-kratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya. 
Krisis ekonomi
            Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
            Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar.
            Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga bank tinggi guna membangun kepercayaan dunia internasional. Namun, krisis moneter tetap tidak dapat diatasi.
            Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar hutang-hutang luar negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena itu, beberapa perusahaan harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus menghentikan kegiatannya sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.
            Kondisi perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
  1. Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar Amerika Serikat.
  2. Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
  3. Pemerintahan Sentralistik. Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
Krisis sosial
         Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
          Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
           Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
Krisis kepercayaan
     Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para demonstran.
          Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Bahkan, beberapa kawan terdekatnya men-desak agar Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demi-kian, tuntutan pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para maha-siswa dan para oposisi politiknya.
        Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut mendapat tanggap-an dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang banyak mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR.
          Untuk menyikapi perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian, Presiden Suharto mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan Kabinet Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan karena sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang menteri menyatakan mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa, aktivis LSM, pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun dari kawan-kawan terdekatnya.
            Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto menyatakan mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa mencangkup beberapa tuntutan, seperti :

  • ·         Adili suharto dan kroni – kroninya,
  • ·         Laksanakan amandemen UUD 1945
  • ·         Penghapusan dwi fungsi ABRI
  • ·         Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas – luasnya
  • ·         Tegakan supremasi hukum
  • ·         Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN

Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
  1. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
  2. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.
            Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Reformasi semacam ini akan mengalami kegagalan. Dengan demikian, cita-cita untuk mem-perbaiki kehidupan masyarakat Indonesia tidak akan berhasil.
Solusi kembali pada kebesaran negeri ini pasca reformasi
            Untuk menumbuhkan pohon bangsa yang subur dan berbuah serta tidak berhama, kita harus mengkaji, menganalisa dan memperbaiki dari akar pohon tersebut sebagai penyebab berdiri dan runtuhnya pohon tersebut. Atas pengertian tersebut diatas, pohon bangsa ini kita artikan terdiri dari, pohon legislatif, ranting eksekutif dan daun-daun serta kembang-kembang masyarakat berbangsa. Untuk menuju solusi Reformasi tak tercela menuju kebesaran bangsa, kita sebagai pohon dalam satu kesatuan tidak dapat bekerja sendiri-sendiri, akan tetapi kita mesti memiliki kesadaran bersama dalam fungsi di peran masing-masing pohon tersebut. Meninjau bersama-sama terhadap akar yang menjadi peranan terhadap tumbuh dan besarnya kita di pohon tersebut. Apabila kita menyangkut pada akar permasalahan, maka kita tidak dapat terlepas dari faktor norma dan spiritual yang menjadikan mekanisme penyelesaiannya, dimana akar itu tidak terlihat, akan tetapi sangat menentukan! Begitu pula penyelesaian secara norma dan spiritual, tidak bedanya dengan fungsi akar terhadap pohon !!!.

            Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki fungsi dan peran di pohon bangsa ini.   
  • Fungsi pohon legislatif (DPR-MPR) untuk penyelesaian dan perbaikan bangsa adalah bagaimana peran legislatif untuk merubah hukum produk luar digantikan menjadi hukum nurani kita yang bersumber pada kehidupan madani tatatentrem kertoraharjo, silih asah silih asih silih asuh dimana hukum kita mestinya hanya bersumber pada teguran dan pembinaan di bawah pengawasan perwakilan sesuai idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi yang sifatnya memenjarakan, dimana status manusia, kita samakan dengan fungsi hukuman terhadap binatang, dimana manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya sendiri. Kita jangan takut dan minder oleh bangsa lain yang tidak memiliki akar budaya sebagai manusia beradab !!!   
  • Fungsi dahan dan ranting pohon eksekutif (pemerintahan) dalam penegakan wibawa dan pengayoman mengurus dan menata kehidupan berbangsa, saya sarankan pemerintah mengadakan upacara ritual untuk menyampaikan penghormatan, pengakuan dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur yang mendorong menjadikannya Negara ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk dan kena imbas nasib para pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat nasib seluruh pimpinan Negara dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat ini seperti mengalami nasib serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam peran kepemimpinannya diakhiri oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis sepah dibuang. Dimana hal ini menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang baik atas hal itu. Insya Alloh apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan, akan lahir dan terlihat pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya setiap orang yang telah berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan penghormatan yang layak.   
  • Peran dan fungsi perbaikan daun dan kembang masyarakat di pohon bangsa ini adalah, Kami dari Paguron Syahbandar Kari Madi siap memberikan peran pada kehidupan berbangsa dimana Kami siap pula memberikan kekuatan batin spiritual kepada masyarakat bangsa ini untuk menjadikan bekal kekuatan dalam kehidupan bagi seluruh masyarakat di bangsa ini, yang menjadikan bangsa ini kelak dihormati dan dihargai, tentunya akan berpatokan pada perilaku masyarakatnya yang handal, profesional dan mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi dan luhur.   
            Kami siap memberikan pola itu kepada seluruh elemen bangsa agar bangsa ini dengan instant mendapat kekuatan izin hidup, focus pada tujuan, penuh percaya diri, dapat memahami berbagai falsafah dan sinyal-sinyal kehidupan serta dikabulnya apa yang di cita-citakan yang sebelumnya tidak. Kekuatan ini diambil oleh formula jurus persenyawaan kita dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Kuasa yang sudah terimplentasi di 120 cabang Paguron Kami di seluruh Nusantara dan Luar Negeri. Andai seluruh elemen bangsa ini mempunyai kekuatan batin spiritual yang tinggi, sehat jiwa dan raganya, tenang hidup dan pemikirannya, dibarengi oleh restu alam dan Tuhan dalam keseharian hidupnya, entah akan menjadi apa Bangsa dan Negara ini, tentunya kita akan 

Jawab Pertanyaan  :

1) Apa arti dan makna reformasi ?

            Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut.  Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while  preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap.
            Makna reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri.
            Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.


2) Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara mrnuju tujuan nasional ?
    
            Membantu dan ikut serta dalam perbaikan lingkungan sosial atau kebutuhan negara. Dan masuk sebagai Prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
            Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.

b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
            Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
            Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.

d. Prinsip Wawasan Nusantara
            Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.

e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi
            Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3) Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak mengganggu stabilitas nasional ?

            Mengeluarkan pendapat dengan cara musyawarah dan mufakat. Dalam hukum Internasional, kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
- Sesuai dengan hukum yang berlaku
- Punya tujuan baik yang diakui masyarakat
- Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan


4) faktor – faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini ?

            Banyak melakukan tindakan – tindakan negatif, tidak sesuai dengan norma dan aturan – aturan yang ada. dan Pergerakan Reformasi yang dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah UUD 1945.


5) bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir- akhir ini dari sudut pandang etika. Dan bagaimana semestinya ?

            Berbicara dengan seenaknya, berbicara tanpa musyawarah dan mufakat, tanpa dirundingkan terlebih dahulu. Bila kita Mengikuti Perjalanan Pasal 28 UUD 1945 , secara tidak langsung kita telah mengikuti pasang dan surutnya yang sejalan dengan kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Tidak ada salahnya bila kita sebagai warga Negara Indonesia mengikuti perjalanan Pasal 28 UUD 1945 tersebut serta dari mana sebenarnya bermula. Pasal 28 ini merupakan dari ide cemerlang Bung Hatta dengan Konsep aslinya berbunyi,  Hak rakyat untuk menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak bersidang dan berkumpul, diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang. Adapun Pasal 28 yang merupakan pasal asli UUD 1945 dan tetap dipertahankan, sebagai sebuah pasal dalam UUD setelah perubahan berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dari rumusan tersebut yang berkaitan dengan kebebasan berbicara adalah bagian kalimat yang berbunyi, “mengeluarkan pikiran dengan lisan. Di dalam UUD 1945 dalam pasal 28E juga menerangkan seperti berikut  Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 



 Sumber Pustaka  :

  • http://adnaneternality.blogspot.com/2013/06/semenjak-reformasi-bergulir-kita-belum.html
  • http://raiaramanda.blogspot.com/2013/05/reformasi-yang-dapat-memperbaiki-nasib.html